Tingkat Stres dalam Gaya Hidup Urban di Indonesia

faktor stres di jakarta

Penyebab Tingginya Stres di Perkotaan Indonesia

Perkembangan urbanisasi di Indonesia mengalami peningkatan signifikan dalam dua dekade terakhir. Kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Bandung, dan Medan menjadi pusat pertumbuhan ekonomi, teknologi, dan budaya. Namun, di balik kemajuan tersebut, muncul tantangan serius yang kerap luput dari perhatian: meningkatnya tingkat stres di kalangan masyarakat urban.

Gaya hidup di kota besar yang serba cepat, kompetitif, dan penuh tekanan menjadikan stres sebagai fenomena umum yang dialami oleh berbagai kalangan, mulai dari pekerja kantoran hingga pelaku usaha. Artikel ini akan membahas secara mendalam penyebab, dampak, serta solusi terhadap tingginya tingkat stres dalam kehidupan urban di Indonesia.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2023 mencatat bahwa lebih dari 57% populasi Indonesia tinggal di wilayah perkotaan. Jakarta, sebagai kota metropolitan utama, mengalami pertumbuhan penduduk hingga 10,5 juta jiwa, belum termasuk kawasan aglomerasi Jabodetabek yang mencapai lebih dari 30 juta jiwa.

Kehidupan urban menawarkan akses lebih luas terhadap pendidikan, pekerjaan, dan fasilitas publik. Namun, seiring kompleksitas sosial dan ekonomi, masyarakat perkotaan juga dihadapkan pada tekanan mental yang lebih tinggi

Faktor Penyebab Tingginya Stres di Perkotaan Indonesia

1. Kemacetan Kronis dan Beban Mobilitas

Indonesia, khususnya Jakarta, dinobatkan sebagai salah satu kota dengan tingkat kemacetan terburuk di Asia Tenggara. Studi TomTom Traffic Index (2023) menunjukkan bahwa rata-rata pengendara di Jakarta menghabiskan 129 jam per tahun dalam kemacetan. Hal ini menyebabkan kelelahan kronis, frustrasi, dan menurunnya waktu produktif maupun waktu bersama keluarga.

2. Tekanan Ekonomi dan Biaya Hidup

Biaya hidup di kota besar jauh lebih tinggi. Survei Bank Indonesia (2023) mengungkapkan bahwa Indeks Harga Konsumen (IHK) di kota-kota metropolitan terus mengalami peningkatan, terutama pada sektor perumahan, transportasi, dan makanan. Ketimpangan pendapatan, pengeluaran rutin tinggi, dan beban utang menimbulkan kecemasan finansial, terutama pada kelompok pekerja usia produktif (25–40 tahun).

3. Tuntutan Kerja dan Budaya Produktivisme

Budaya kerja di kota cenderung menganut produktivisme ekstrem—di mana keberhasilan diukur berdasarkan output dan jam kerja. Laporan McKinsey Indonesia (2022) mencatat bahwa 43% pekerja di Jakarta mengalami burnout akibat tekanan deadline dan jam kerja yang panjang (>50 jam/minggu). Hal ini diperparah oleh model kerja hybrid/penuh daring pasca pandemi, yang mengaburkan batas antara ruang kerja dan ruang pribadi.

4. Kurangnya Ruang Hijau dan Rekreasi Publik

Rasio ruang terbuka hijau (RTH) di Jakarta hanya 9,98% dari total luas wilayah, jauh di bawah rekomendasi WHO sebesar 30%. Kurangnya interaksi dengan alam berkontribusi signifikan pada peningkatan tingkat stres. Paparan polusi udara, kebisingan, dan lingkungan padat mempengaruhi psikologis masyarakat secara negatif.

5. Tekanan Sosial dan Media Sosial

Kehidupan urban kerap diasosiasikan dengan gaya hidup kompetitif dan konsumtif. Media sosial menjadi ruang yang memperkuat tekanan tersebut. Masyarakat urban merasa terdorong untuk mempertahankan citra sukses, gaya hidup mewah, dan pencapaian karier, memicu perasaan cemas dan tidak cukup (imposter syndrome, FOMO).


Dampak Stres terhadap Kesehatan Masyarakat Urban

1. Dampak Psikologis

Stres berkepanjangan meningkatkan risiko gangguan kesehatan mental, seperti:

  • Gangguan kecemasan umum (GAD)
  • Depresi mayor
  • Gangguan tidur (insomnia)
  • Gangguan psikosomatis

Studi Kementerian Kesehatan RI (2022) mencatat bahwa prevalensi gangguan mental di wilayah urban mencapai 11,7%, meningkat signifikan pasca pandemi COVID-19.

2. Dampak Fisik

Stres meningkatkan risiko hipertensi, penyakit jantung, diabetes tipe 2, gangguan pencernaan, dan penurunan sistem imun. Biaya kesehatan masyarakat urban pun meningkat akibat pengobatan jangka panjang untuk penyakit-penyakit ini.

3. Dampak Sosial dan Ekonomi

Stres menyebabkan produktivitas kerja menurun, absensi meningkat, serta hubungan sosial dan keluarga terganggu. Di sektor ekonomi, perusahaan mengalami kerugian akibat penurunan kinerja karyawan, sedangkan di sektor sosial, terjadi peningkatan konflik rumah tangga, kekerasan domestik, dan isolasi sosial.


Tips Mengatasi Stres dengan Baik, Jangan Pendam Perasaan - Tribun-medan.com

Strategi Solutif Penanganan Stres Urban

1. Peningkatan Kesadaran dan Literasi Kesehatan Mental

Edukasi publik melalui kampanye dan program komunitas diperlukan agar masyarakat menyadari pentingnya menjaga kesehatan mental. Penerimaan terhadap layanan psikologis masih rendah karena stigma sosial.

2. Penyediaan Layanan Psikologis yang Terjangkau

Pemerintah dan swasta perlu memperluas akses layanan kesehatan jiwa, termasuk konseling gratis/subsidi, telemedicine psikologi, dan penyediaan tenaga profesional di fasilitas kesehatan primer.

3. Desain Kota Ramah Mental

Prinsip urban well-being harus diadopsi dalam perencanaan tata kota, meliputi:

  • Peningkatan ruang hijau
  • Infrastruktur transportasi publik efisien
  • Penataan kawasan hunian yang sehat dan layak

4. Reformasi Budaya Kerja

Perusahaan di kota besar perlu menerapkan kebijakan work-life balance, seperti jam kerja fleksibel, cuti kesehatan mental, dan program wellness. Hal ini tidak hanya meningkatkan kesejahteraan karyawan, tetapi juga produktivitas jangka panjang.

Kesimpulan

Stres telah menjadi bagian struktural dari kehidupan urban di Indonesia. Penyebabnya bersifat multifaktorial, mulai dari tekanan ekonomi, kemacetan, hingga budaya sosial yang kompetitif. Mengatasi persoalan ini memerlukan pendekatan multi-sektoral, kolaborasi antara pemerintah, swasta, dan masyarakat.

Membangun kota yang sehat bukan hanya tentang pembangunan fisik, melainkan juga tentang menciptakan ruang aman bagi kesejahteraan mental penghuninya. Jika tidak ditangani serius, stres urban dapat menjadi krisis kesehatan publik jangka panjang.

BACA JUGA : DAYA TARIK WISATA RAJA AMPAT
BACA JUGA : KISAH INSPIRASI SEORANG GURU BESAR SALAH SATU UNIVERSITAS TERNAMA

Daftar Pustaka
(Contoh)

  1. BPS. (2023). Statistik Perkotaan Indonesia.
  2. WHO. (2020). Urban Green Spaces and Health: A Review.
  3. TomTom Traffic Index. (2023). Jakarta Traffic Report.
  4. Kementerian Kesehatan RI. (2022). Riset Kesehatan Dasar.
  5. McKinsey Indonesia. (2022). Workforce Mental Health Survey.

About the Author

raadiv

Gue tinggal di kota, tapi suka nongkrong di tempat yang nggak biasa. Hoboken Dive ngebahas hidden gems, kuliner, dan gaya hidup urban dari kacamata lokal.

You may also like these